Sabtu, 5 Maret 2016 (Perjalanan dari Surabaya ke Bali)
Sarapan pagi disediakan lagi oleh mamanya Bony (terima kasih Bude hehe…). Sudah sarapan kembali packing barang bawaan dan sambil cari artikel lagi mau turun di mana pas sampai Bali dan baca lagi artikel tentang tempat wisata, penginapan, dan makan di Pulau Nusa Penida (info yang saya dapat cukup membantu walau masih minim). Telepon lagi dengan teman yang bekerja di Bali yaitu Marmut, karena tujuan pertama sampai di Bali ingin ke Pulau Nusa Penida dan juga mengejar waktu agar dapat menikmati suasana Nyepi di Denpasar, Bali. Disuruhlah saya turun nanti di Pantai Sanur dan naik Fast Boat ke Pulau Nusa Penida, Marmut pun berpesan agar saya berhati-hati kalau di Bali terutama di Kuta, Bali karena banyak tangan cepat (copet) di tempat keramaian dan percaya sama kata hati (yang menurut kita benar) jangan percaya 100% begitu saja dengan orang baik yang baru kenal di Bali karena hanya akan menguras dompet kita serta mendekati Nyepi harga pada naik (terima kasih mut sudah diingatkan). Sebenernya mau coba dari Pelabuhan Padang Bai mengingat biaya kapal lebih murah tapi akses ke sananya itu yang sulit dan jauh serta minimnya info di internet. Sekitar jam 14.00 saya ditelpon oleh pihak travel kalau penjemputan di percepat menjadi jam 15.00 untuk menghindari macet akibat evakuasi kapal tenggelam di Selat Bali. Langsung saya diantarkan Bony ke supermarket beli keperluan selama diperjalanan dan di Pulau Nusa Penida, Bali untuk antisipasi hal yang tidak diinginkan. Tidak lama kemudian travel saya Ladju Trans dengan tulisan dan warna mobil kuning khasnya datang menunggu di depan Kelurahan Pagesangan, ternyata saya orang pertama yang dijemput oleh travel mungkin karena jaraknya paling dekat dengan Bungurasih. Jadilah saya diajak berkeliling Surabaya menjemput orang-orang yang satu tujuan ke Bali (enak juga ternyata seperti city tour jadi tau Surabaya). Setelah sudah dijemput semuanya mobil travel kembali ke kantor terlebih dahulu di Bungurasih, saat itu sudah jam 19.00 dan dipersilakan untuk yang mau ke kamar kecil. Penumpang travelnya unik-unik mulai dari keluarga yang anaknya cewek nyanyi dengan logat medok gak berhenti-berhenti, orang Ambon tapi logat Surabaya, dan para suster gereja yang salah satu temannya nyangkut pas naik mobil karena badannya besar bikin satu mobil ketawa semua hahaha... Tak lama kemudian persiapan berangkat dapat Snack (Roti dan Air Mineral Botol Kecil), di mobil ada colokan listrik sebelah kanan jadi tidak perlu khawatir HP mati. Perjalanan dimulai, mobil sempat berhenti di beberapa SPBU sesuai keinginan jika ada yang kebelet kencing karena jauhnya perjalanan. Jam 23.00 sampailah di cek poin untuk makan malam yaitu Rumah Makan Setia di Situbondo, Jawa Timur, cukup lama disini sambil merenggangkan badan. Perjalanan dilanjutkan lagi dan saya memilih untuk tidur.
Minggu, 6 Maret 2016 (Sampai Bali langsung menuju Pulau Nusa Penida)
Ketika bangun sudah jam 02.30 dan sampai Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur. Saya sudah tidak perlu memikirkan bayar ini, bayar itu karena sudah termasuk dalam biaya travel jadi saya cukup mengamati proses yang terjadi saja. Mobil masuk ke dek kapal dan para penumpang langsung naik ke bagian atas kapal (ingat kapal yang baru saja tenggelam), saya memilih menikmati angin di bagian luar kapal (saya mabok laut kalau berada di ruang dalam kapal, kalau di luar tidak bakal mabuk karena kena angin alami hahaha… Aneh kan?) selama menyeberangi Selat Bali dan rasa penasaran ingin melihat evakuasi kapal tenggelam (ternyata gak ada apa-apa gelap aja gak tau kapal yang tenggelam dimana). Kurang lebih 1 jam menyeberangi Selat Bali sampai di Pelabuhan Gilimanuk jam 03.30, mengamati proses masuk ke wilayah Bali di Pelabuhan Gilimanuk. Normalnya, dari mulai pengecekan KTP di POS 1 lalu ke POS 2. Tapi karena saya pakai travel jadi sudah ditanggung hanya supir yang turun ke pos dengan menunjukkan surat dan bisaa ada biayanya. Keluar Pelabuhan tidak lama saya tidur lagi bangun jam 05.25 disuguhkan dengan pemandangan yang keren dari sebelah kiri, perjalanan sempat terhambat karena ada upacara keagamaan di beberapa titik jalan yang saya lalui. Kiri-kanan jalan pun sudah terlihat tempat makan “Warung Muslim” sudah pasti halal dan warung Sate dan Babi Guling banyak sekali (maaf, saya muslim tidak makan babi). Dipikiran saya sekarang jadi saya harus mencari “Warung Muslim” jika lapar. Jam 06.45 mobil kami berhenti di SPBU Abiantuwung untuk istirahat dan sarapan, binggung makan apa beli lah Pop Mie hahaha… Makanan darurat! Lanjut lagi perjalanan mengantarkan satu persatu penumpang sampai ke tujuannya, sekali lagi city tour muter-muter sekarang Denpasar. Jam 08.14 saya sampai di tujuan yaitu Pantai Sanur, lalu bergegas cari Fast Boat ke Pulau Nusa Penida dan bisa dipastikan saya terlambat keberangkatan pertama jam 08.00. Bertanya di loket sebelah tempat makan Mak Beng yang kata orang sop ikannya enak banget tapi baru buka jam 09.00, loket Fast Boat (Speedboat) untuk wisatawan domestik adanya di loket utara atau jalan turun sedikit dari loket atas di pinggir dekat pantai. Beli lah tiket disitu sesuai dengan harga tiket 2016 di internet, karena tidak ada uang pas saya gunakan uang cap dua bapak dan dapat keberangkatan pagi terakhir jam 10.00 menggunakan Fast Boat Maruti II Express. Kata ibu penjual tiket “Kembalinya nanti aja ya?” (dalam hati sudah tidak enak dan ada yang tidak beres, ingat pesan Marmut) Saya pun akhirnya menjawab dengan ragu “Oke deh, bu”. Langsung saya coba menghubungi Marmut berkali-kali mau cerita ada yang aneh tetapi tidak diangkat sama sekali (parah Marmut gak diangkat). Sambil menunggu kapalnya, saya memfoto suasana dipinggir Pantai Sanur yang pagi itu cukup ramai. Jam 10 kurang kapal yang akan saya naiki baru bersandar di pinggir pantai. Naiklah ke Fast Boat Maruti II Express tujuan Pelabuhan Toyapakeh, Banjar Nyuh, Nusa Penida, saat naik ke Fast Boat sandal/sepatu wajib dilepas. Ingat kembalian belum diberikan, ketika tiket diminta saya bilang lah “Bli, kembalian saya belum dikasih”, tunggu sebentar bli-nya kebelakang lalu ke saya lagi dan bilang “Kembaliannya gimana kalau besok minta di pos tiket Pelabuhan Toyapakeh.” Saya pun jawab dengan raut wajah kecewa “Oke, bli” (semakin aneh kan? Disinilah saya sudah merasa dipermainkan, dan mengikhlaskan kembalian itu). Selama perjalanan saya hampir mabuk laut lagi karena harus berada di dalam kapal tidak bisa di bagian luar belakang kapal untungnya bisa saya tahan. Kira-kira 45 menit mengarungi Selat Badung dan sampailah di Pelabuhan Toyapakeh, Banjar Nyuh, Nusa Penida. Turun kapal, saya binggung tidak tau arah ke tempat tujuan saya yaitu tempat wisata Mata Air Temeling (dikenal sebagai Natural Swimming Temeling). Berpikir ingin menyewa motor tapi benar-benar buta jalan di Nusa Penida (sinyal HP pun tidak stabil dan sering tidak dapat sinyal), makin panik tapi gaya serasa orang yang udah sering ke Bali hahaha… dan beberapa lama ada seseorang bapak menawarkan sewa motor tapi saya tolak baik-baik (untuk membandingkan harga). Kemudian ada yang menawarkan jasa ojek + pemandu namanya Wayan. Saya tanya “Bli, kalau sewa motor berapa?”, dia jawab ”100 ribu sehari, soalnya motor sewa sudah pada habis sisa sedikit, bahaya juga kalau belum pernah kesana jalan rusak.” Dalam hati, buset sama juga seperti yang lain ternyata gak salah tuh baca di internet sekitar 50 ribu – 75 ribu, teru saya bilang “50 ribu lah, bli” dan dia pun kekeuh menolak. Karena berpikir jalan ke Temeling baca di internet cukup jauh dan jalan pun kurang bagus dan penginapan yang akan saya tuju bagaikan Utara dengan Selatan karena agar saya mudah mencari makan. Lalu saya tanya “Ojek berapa bli ke Temeling sekalian ke penginapan di Banjar Mentigi, Sempalan, Nusa Penida (Pusat Kota di Nusa Penida)?”, Bli Wayan jawab “240 ribu” (seettttt… kan maen dalam hati, sambil menggunakan teknik marketingnya dia meyakinkan saya). Saya “Kurangin lah bli,”, Bli Wayan “Tak bisa lagi, memang mau ke Temeling saja? Sekalian saja ke Pasih Uug, Angel’s Billabong, Pantai Kristal karena satu arah tapi tiap tempat ada biaya tambahan (dijelasin detil).” Dalam hati, yah gak dah udah Temeling aja mending ngejar waktu juga takut kesorean padahal masih pagi hahaha… Akhirnya sepakat dengan tawaran 240 ribu tersebut berhubung juga sendirian dan bawaan tas lebih dari 10kg dan Bli Wayan juga seorang Pecalang di Nusa Penida jadi gak perlu ragu. Sepanjang perjalanan menuju Temeling, saya mampir dulu ke rumah Bli Wayan katanya mau ganti baju gak enak pakai rompi Pecalang dan wow, pemandangan dari rumahnya keren parah menghadap ke Gunung Agung!!! Lanjutlah perjalanan ke Temeling sambil ngobrol Bli Wayan tetep promosi menawarkan untuk ketempat lainnya tapi saya kekeuh (batu) dengan pilihan cukup ke Mata Air Temeling saja (ingat pesan Marmut) akhirnya dia menyerah menawarkan ke tempat lain hahaha… Bli Wayan tanya “Kamu tinggal di Jakarta mana?” dan saya jawab “Di Jakarta Selatan”, dia langsung bilang “Dekat dengan Potlot tempatnya Slank?”, saya jawab “Dekat sekali bli ke Potlot mah 10 menit dari Kalibata kalau gak macet *sambil ketawa*.” Ternyata Bli Wayan ini penggemarnya Slank waktu muda saat Slank konser di luar kota pasti dia hadir, karena sudah menikah dan punya anak jadi tidak bisa kemana-mana hanya di Nusa Penida saja. Panasnya itu nyengat! Seperti nusuk ke dalam kulit, mana pakai baju hitam pula (maklum saja panas daerah pesisir pantai contohnya Tanjung Priok, memang berbeda dengan panas daerah yang jauh dari pantai). Perjalanan awal dari pelabuhan masih bagus jalan beraspal menuju Desa Batumadeg sampai di Pos jaga yang mengarah ke Temeling kosong tidak ada yang berjaga mungkin karena ada upacara Melasti untuk menyambut Nyepi, jalan menuju Temeling ternyata masih jauh coy! Jalanan udah mulai gak jelas turunan cukup curam sekaligus jalan rusak beneran. Sampailah di jalan masuk ke Temeling masih bisa menggunakan motor jalan turun terus cukup jauh sampai di Pos jaga Temeling ada 2 orang yang berjaga dan berkata langsung masuk saja kira-kira 300 meter turun ke bawah dengan motor sampai di tempat motor parkir dan dilanjutkan berjalan kaki dengan trek turunan lumayan curam dan masih jauh ternyata coy!!! Gila untung turun bawaan tas ini berat banget, mikir nanti naiknya (semoga bisa lah kan istirahat dulu nanti). Sampai di Pos jaga terakhir membayar sumbangan 5 ribu dan turun lagi, wew! 1km lebih ada itu turun terus sampai ke Mata Air Temeling. Sesampainya di Mata Air, WOW!!! Amazing!!! Terbayarlah sudah lelah saya, rasanya ingin berlama-lama di situ dan saat itu pula sepi coy!!! Wisatawan hanya saya seorang ditemani dengan pemandu. Turun lagi ke bawah, ternyata sedang ada upacara Melasti di pinggir pantai Temeling saat itu sedang proses upacara Mekis (Jarang sekali bisa melihat langsung upacara Melasti di Temeling pula). Sementara itu, Bli Wayan mengajak saya ke bagian kanan pantai Temeling melewati lubang di kaki bukit pemisah pantai karena sebelah kirinya sedang ada upacara. Istirahat di situ sambil hunting foto, gak sia-sia ke sini puas dan yang bikin puas lagi itu sepi wisatawan jadi bisa menikmati ketenangan disini. Penasaran dengan proses upacara saya bertanya ke Bli Wayan “Bli boleh saya foto saat upacara berlangsung?”, dia jawab “Boleh, tidak apa-apa”. Mendapat jawaban itu pun memecah rasa penasaran saya (awalnya agak ngeri juga, takutnya saat mendokumentasikannya tanpa izin saya kesurupan leak, lagi! Gak pulang dah hahaha…), langsung saya mulai memotret kebetulan juga sudah mau selesai upacaranya dan setelah itu ngobrol dengan dengan masyarakat yang sedang membenahi tempat upacara. Saya pun tau sekarang pakaian pemuka/pemimpin upacara agama Hindu (Mangku) itu wajib serba putih dan penutup kepalanya berbeda sendiri dari umatnya bisaanya gondrong tapi dikucir dan hal unik yang saya baru sadari adalah kacamata hitam sepertinya sudah menjadi bagian budaya dari masyarakat adat Bali. Setelah dirasa cukup, barulah saya mengajak Bli Wayan untuk naik ke Pemandian Pria Mata Air Temeling, sambil duduk menikmati sekeliling (ingin rasanya kesini lagi lain kali). Bli Wayan cerita kalau di pemandian ini belum lama memakan 4 korban tewas karena tidak bisa berenang tetapi mengaku bisa berenang, karena bagian tengah pemandian ini sangat dalam bisa terlihat dari warna air yang gelap sekali. Mungkin Bli Wayan melihat keraguan di wajah saya (Ya, saya ragu antara ingin berenang atau tidak karena tidak ingin basah-bahasan dulu bukan karena tidak bisa berenang), tiba-tiba keraguan saya berubah menjadi keinginan untuk berenang karena kapan lagi saya bisa menikmati pemandian ini seorang diri dan sepi wisatawan huahaha… Langsung lah saya nyebur dengan turun perlahan dari sisi pinggir kolam, lalu berenanglah ke tengah-tengah sambil ngapung dan LOL!!! Betapa kagetnya Bli Wayan karena saya bisa berenang dan lama sekali menikmati pemandian tersebut hahaha… Hal lucu pun terjadi, Bli Wayan ikutan mandi situ juga dan ternyata dia tidak bisa berenang coy!!! Ngakak se-ngakak ngakak-nya (tetap control volume suara) saya disitu, tau Bli Wayan tidak berani berenang ke tengah, hahaha… kocak!! (saya kira dia bisa, pikiran yang tertukar). Perlu diingat, tidak ada sinyal disini diluar itu sinyal tidak stabil (Telkomsel maupun XL karena hanya dua operator ini yang dapat diandalkan di Pulau Nusa Penida). Sudah selesai mandi dan mendokumentasikannya dan istirahat sambil makan beberapa menit kemudian saya bergegas naik (siapkan mental), so far so good sampai di Pos jaga Temeling nanjak lagi nafas seketika tidak terkontrol karena berat beban yang saya pikul. Masih terus menanjak curam total perkiraan 1km sampai di tempat motor parkir, dipertengahan kaki mulai bergetar dan pantat mati rasa berhentilah saya melepaskan tas yang saya bawa istirahat 2-3 menit untuk minum, lanjut lagi menanjak di tanjakan terakhir tinggal 50m lagi bisa naik motor, kaki saya mati rasa juga akhirnya dan nafas tersengal-sengal dan bilang “Bli, saya gak kuat”, “Ayo sedikit lagi!” kata Bli Wayan sambil menyemangati. Apa daya kaki saya sudah berat sekali untuk melangkah efek beban tas dan akhirnya saya member kode tangan untuk Time Out dan Give Up. Bli Wayan pun langsung mengambil motor menjemput saya di tanjakan dan menaruh tas besar saya di bagian depan motornya (Motor Matic). Lega rasanya walaupun kaki nyut-nyut, perjalanan menuju penginapan sesuai ke inginan saya yaitu di Pusat Kota yaitu Sempalan agar mudah mendapatkan makanan. Saat diperjalanan, dengan jalan yang rusak itu membuat perut bergejolak dan berusaha menahan rasa ingin muntah. Tidak lama jalanan sudah beraspal tapi jalan masih berkelok, seketika bilang “Bli, sebentar udah gak kuat” Uuwwweeeekkkkk… Jakpot-lah saya untuk kedua kalinya dalam perjalanan ini pada saat yang bersamaan 3 orang anak kecil perempuan (umuran SD dan 1 adiknya yang masih kecil) tidak bisa mengendalikan motornya diturunan sambil teriak dan nyusruk ke batu dekat pohon pembatas jurang. Beruntung ada kami di saat itu yang melihat langsung karena tidak ada motor yang lewat sekalian kami. Saya suruh Bli Wayan untuk menolong mereka selagi saya Jackpot untungnya tidak ada yang parah hanya luka lecet dan tidak masuk jurang (mungkin sudah dilalahnya berhenti disitu). Setelah itu saya meminta untuk diantarkan ke warung untuk membeli air mineral. Melihat kondisi saya, Bli Wayan langsung mengantarkan saya ke penginapan di depan pasar senggol Banjar Mentigi, Sempalan yaitu Home Stay Ray (direkomendasikan oleh seorang blogger) dan benar saja tepat di seberang depan pintu masuk pasar senggol penginapan saya. Masuk ke penginapan dengan nuansa Bali yang kental serta luas dan nyaman halamannya. Bli Wayan menyuruh saya istirahat sejenak, agar dia saja yang memanggil pemilik penginapan, cukup lama dan lalu keluar lah seorang mbak yang murah senyum dan ada ibunya juga yang sudah cukup tua (anak dan istrinya Pak Ray, dan saya tidak bertemu dengan Pak Ray seperti yang diceritakan oleh seorang blogger). Ada kamar AC dan Non-AC saya pilih yang Non-AC karena pengeluaran sudah cukup banyak dan dikenakan biaya 150 ribu/malam. Karena Bli Wayan cukup membantu saya menjelaskan ini-itu selama perjalanan dan membantu mencari penginapan yang saya pun hanya tau melalui internet, saya berikan total 250 ribu dan meminta nomor HP-nya siapa tau saya butuhkan lagi lain kali dan tidak butuh pemandu cukup sewa motor saja. Kemudian, diberilah kunci kamar nomor 5. Masuk kamar, ada 2 kasur ukuran 1 kasur bisa untuk 2 orang. Disediakan 2 handuk bersih dan sabun mandi serta ada jemuran di dalam, kamar tidur dan kamar mandi tergolong luas. Tidak kecewa saya memilih menginap di sini, selain itu juga orang Pemda Bali yang berkunjung ke Nusa Penida juga sering menginap di sini. Istirahat di depan kamar enak sekali ditemani kicauan burung dan rindangnya pepohonan. Dan saya juga mendapatkan snack serta kopi atau teh tinggal yang bisa diambil sendiri di selasar tengah (seperti cafe). Lalu saya mandi, dilanjuti mencari makan, dan jalan-jalan sore disekitaran Banjar Mentigi serta hunting foto di dekat Pelabuhan Sempalan. Lelah dan saya kembali ke penginapan, dan baru mencoba menelpon Marmut lagi dan diangkat ternyata dia masih tidur pagi itu (zzzzzzzz). Tiduran sejenak menjadi ketiduran karena perjalanan pagi hari tanpa istirahat yang cukup, bangun jam 21.00 keluar penginapan sepi dan memilih untuk santai di selasar depan kamar, suasana mistis pasti ada tapi nyaman-nyaman saja. Puas santai, kembali masuk kamar untuk tidur karena harus mengejar waktu jam 07.00 agar bisa naik Fast Boat Caspla Bali dari Pelabuhan Buyuk.
Sebelumnya Bagian 1 > DI SINI | Lanjut ke Bagian 3 > DI SINI
Sarapan pagi disediakan lagi oleh mamanya Bony (terima kasih Bude hehe…). Sudah sarapan kembali packing barang bawaan dan sambil cari artikel lagi mau turun di mana pas sampai Bali dan baca lagi artikel tentang tempat wisata, penginapan, dan makan di Pulau Nusa Penida (info yang saya dapat cukup membantu walau masih minim). Telepon lagi dengan teman yang bekerja di Bali yaitu Marmut, karena tujuan pertama sampai di Bali ingin ke Pulau Nusa Penida dan juga mengejar waktu agar dapat menikmati suasana Nyepi di Denpasar, Bali. Disuruhlah saya turun nanti di Pantai Sanur dan naik Fast Boat ke Pulau Nusa Penida, Marmut pun berpesan agar saya berhati-hati kalau di Bali terutama di Kuta, Bali karena banyak tangan cepat (copet) di tempat keramaian dan percaya sama kata hati (yang menurut kita benar) jangan percaya 100% begitu saja dengan orang baik yang baru kenal di Bali karena hanya akan menguras dompet kita serta mendekati Nyepi harga pada naik (terima kasih mut sudah diingatkan). Sebenernya mau coba dari Pelabuhan Padang Bai mengingat biaya kapal lebih murah tapi akses ke sananya itu yang sulit dan jauh serta minimnya info di internet. Sekitar jam 14.00 saya ditelpon oleh pihak travel kalau penjemputan di percepat menjadi jam 15.00 untuk menghindari macet akibat evakuasi kapal tenggelam di Selat Bali. Langsung saya diantarkan Bony ke supermarket beli keperluan selama diperjalanan dan di Pulau Nusa Penida, Bali untuk antisipasi hal yang tidak diinginkan. Tidak lama kemudian travel saya Ladju Trans dengan tulisan dan warna mobil kuning khasnya datang menunggu di depan Kelurahan Pagesangan, ternyata saya orang pertama yang dijemput oleh travel mungkin karena jaraknya paling dekat dengan Bungurasih. Jadilah saya diajak berkeliling Surabaya menjemput orang-orang yang satu tujuan ke Bali (enak juga ternyata seperti city tour jadi tau Surabaya). Setelah sudah dijemput semuanya mobil travel kembali ke kantor terlebih dahulu di Bungurasih, saat itu sudah jam 19.00 dan dipersilakan untuk yang mau ke kamar kecil. Penumpang travelnya unik-unik mulai dari keluarga yang anaknya cewek nyanyi dengan logat medok gak berhenti-berhenti, orang Ambon tapi logat Surabaya, dan para suster gereja yang salah satu temannya nyangkut pas naik mobil karena badannya besar bikin satu mobil ketawa semua hahaha... Tak lama kemudian persiapan berangkat dapat Snack (Roti dan Air Mineral Botol Kecil), di mobil ada colokan listrik sebelah kanan jadi tidak perlu khawatir HP mati. Perjalanan dimulai, mobil sempat berhenti di beberapa SPBU sesuai keinginan jika ada yang kebelet kencing karena jauhnya perjalanan. Jam 23.00 sampailah di cek poin untuk makan malam yaitu Rumah Makan Setia di Situbondo, Jawa Timur, cukup lama disini sambil merenggangkan badan. Perjalanan dilanjutkan lagi dan saya memilih untuk tidur.
Minggu, 6 Maret 2016 (Sampai Bali langsung menuju Pulau Nusa Penida)
Ketika bangun sudah jam 02.30 dan sampai Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur. Saya sudah tidak perlu memikirkan bayar ini, bayar itu karena sudah termasuk dalam biaya travel jadi saya cukup mengamati proses yang terjadi saja. Mobil masuk ke dek kapal dan para penumpang langsung naik ke bagian atas kapal (ingat kapal yang baru saja tenggelam), saya memilih menikmati angin di bagian luar kapal (saya mabok laut kalau berada di ruang dalam kapal, kalau di luar tidak bakal mabuk karena kena angin alami hahaha… Aneh kan?) selama menyeberangi Selat Bali dan rasa penasaran ingin melihat evakuasi kapal tenggelam (ternyata gak ada apa-apa gelap aja gak tau kapal yang tenggelam dimana). Kurang lebih 1 jam menyeberangi Selat Bali sampai di Pelabuhan Gilimanuk jam 03.30, mengamati proses masuk ke wilayah Bali di Pelabuhan Gilimanuk. Normalnya, dari mulai pengecekan KTP di POS 1 lalu ke POS 2. Tapi karena saya pakai travel jadi sudah ditanggung hanya supir yang turun ke pos dengan menunjukkan surat dan bisaa ada biayanya. Keluar Pelabuhan tidak lama saya tidur lagi bangun jam 05.25 disuguhkan dengan pemandangan yang keren dari sebelah kiri, perjalanan sempat terhambat karena ada upacara keagamaan di beberapa titik jalan yang saya lalui. Kiri-kanan jalan pun sudah terlihat tempat makan “Warung Muslim” sudah pasti halal dan warung Sate dan Babi Guling banyak sekali (maaf, saya muslim tidak makan babi). Dipikiran saya sekarang jadi saya harus mencari “Warung Muslim” jika lapar. Jam 06.45 mobil kami berhenti di SPBU Abiantuwung untuk istirahat dan sarapan, binggung makan apa beli lah Pop Mie hahaha… Makanan darurat! Lanjut lagi perjalanan mengantarkan satu persatu penumpang sampai ke tujuannya, sekali lagi city tour muter-muter sekarang Denpasar. Jam 08.14 saya sampai di tujuan yaitu Pantai Sanur, lalu bergegas cari Fast Boat ke Pulau Nusa Penida dan bisa dipastikan saya terlambat keberangkatan pertama jam 08.00. Bertanya di loket sebelah tempat makan Mak Beng yang kata orang sop ikannya enak banget tapi baru buka jam 09.00, loket Fast Boat (Speedboat) untuk wisatawan domestik adanya di loket utara atau jalan turun sedikit dari loket atas di pinggir dekat pantai. Beli lah tiket disitu sesuai dengan harga tiket 2016 di internet, karena tidak ada uang pas saya gunakan uang cap dua bapak dan dapat keberangkatan pagi terakhir jam 10.00 menggunakan Fast Boat Maruti II Express. Kata ibu penjual tiket “Kembalinya nanti aja ya?” (dalam hati sudah tidak enak dan ada yang tidak beres, ingat pesan Marmut) Saya pun akhirnya menjawab dengan ragu “Oke deh, bu”. Langsung saya coba menghubungi Marmut berkali-kali mau cerita ada yang aneh tetapi tidak diangkat sama sekali (parah Marmut gak diangkat). Sambil menunggu kapalnya, saya memfoto suasana dipinggir Pantai Sanur yang pagi itu cukup ramai. Jam 10 kurang kapal yang akan saya naiki baru bersandar di pinggir pantai. Naiklah ke Fast Boat Maruti II Express tujuan Pelabuhan Toyapakeh, Banjar Nyuh, Nusa Penida, saat naik ke Fast Boat sandal/sepatu wajib dilepas. Ingat kembalian belum diberikan, ketika tiket diminta saya bilang lah “Bli, kembalian saya belum dikasih”, tunggu sebentar bli-nya kebelakang lalu ke saya lagi dan bilang “Kembaliannya gimana kalau besok minta di pos tiket Pelabuhan Toyapakeh.” Saya pun jawab dengan raut wajah kecewa “Oke, bli” (semakin aneh kan? Disinilah saya sudah merasa dipermainkan, dan mengikhlaskan kembalian itu). Selama perjalanan saya hampir mabuk laut lagi karena harus berada di dalam kapal tidak bisa di bagian luar belakang kapal untungnya bisa saya tahan. Kira-kira 45 menit mengarungi Selat Badung dan sampailah di Pelabuhan Toyapakeh, Banjar Nyuh, Nusa Penida. Turun kapal, saya binggung tidak tau arah ke tempat tujuan saya yaitu tempat wisata Mata Air Temeling (dikenal sebagai Natural Swimming Temeling). Berpikir ingin menyewa motor tapi benar-benar buta jalan di Nusa Penida (sinyal HP pun tidak stabil dan sering tidak dapat sinyal), makin panik tapi gaya serasa orang yang udah sering ke Bali hahaha… dan beberapa lama ada seseorang bapak menawarkan sewa motor tapi saya tolak baik-baik (untuk membandingkan harga). Kemudian ada yang menawarkan jasa ojek + pemandu namanya Wayan. Saya tanya “Bli, kalau sewa motor berapa?”, dia jawab ”100 ribu sehari, soalnya motor sewa sudah pada habis sisa sedikit, bahaya juga kalau belum pernah kesana jalan rusak.” Dalam hati, buset sama juga seperti yang lain ternyata gak salah tuh baca di internet sekitar 50 ribu – 75 ribu, teru saya bilang “50 ribu lah, bli” dan dia pun kekeuh menolak. Karena berpikir jalan ke Temeling baca di internet cukup jauh dan jalan pun kurang bagus dan penginapan yang akan saya tuju bagaikan Utara dengan Selatan karena agar saya mudah mencari makan. Lalu saya tanya “Ojek berapa bli ke Temeling sekalian ke penginapan di Banjar Mentigi, Sempalan, Nusa Penida (Pusat Kota di Nusa Penida)?”, Bli Wayan jawab “240 ribu” (seettttt… kan maen dalam hati, sambil menggunakan teknik marketingnya dia meyakinkan saya). Saya “Kurangin lah bli,”, Bli Wayan “Tak bisa lagi, memang mau ke Temeling saja? Sekalian saja ke Pasih Uug, Angel’s Billabong, Pantai Kristal karena satu arah tapi tiap tempat ada biaya tambahan (dijelasin detil).” Dalam hati, yah gak dah udah Temeling aja mending ngejar waktu juga takut kesorean padahal masih pagi hahaha… Akhirnya sepakat dengan tawaran 240 ribu tersebut berhubung juga sendirian dan bawaan tas lebih dari 10kg dan Bli Wayan juga seorang Pecalang di Nusa Penida jadi gak perlu ragu. Sepanjang perjalanan menuju Temeling, saya mampir dulu ke rumah Bli Wayan katanya mau ganti baju gak enak pakai rompi Pecalang dan wow, pemandangan dari rumahnya keren parah menghadap ke Gunung Agung!!! Lanjutlah perjalanan ke Temeling sambil ngobrol Bli Wayan tetep promosi menawarkan untuk ketempat lainnya tapi saya kekeuh (batu) dengan pilihan cukup ke Mata Air Temeling saja (ingat pesan Marmut) akhirnya dia menyerah menawarkan ke tempat lain hahaha… Bli Wayan tanya “Kamu tinggal di Jakarta mana?” dan saya jawab “Di Jakarta Selatan”, dia langsung bilang “Dekat dengan Potlot tempatnya Slank?”, saya jawab “Dekat sekali bli ke Potlot mah 10 menit dari Kalibata kalau gak macet *sambil ketawa*.” Ternyata Bli Wayan ini penggemarnya Slank waktu muda saat Slank konser di luar kota pasti dia hadir, karena sudah menikah dan punya anak jadi tidak bisa kemana-mana hanya di Nusa Penida saja. Panasnya itu nyengat! Seperti nusuk ke dalam kulit, mana pakai baju hitam pula (maklum saja panas daerah pesisir pantai contohnya Tanjung Priok, memang berbeda dengan panas daerah yang jauh dari pantai). Perjalanan awal dari pelabuhan masih bagus jalan beraspal menuju Desa Batumadeg sampai di Pos jaga yang mengarah ke Temeling kosong tidak ada yang berjaga mungkin karena ada upacara Melasti untuk menyambut Nyepi, jalan menuju Temeling ternyata masih jauh coy! Jalanan udah mulai gak jelas turunan cukup curam sekaligus jalan rusak beneran. Sampailah di jalan masuk ke Temeling masih bisa menggunakan motor jalan turun terus cukup jauh sampai di Pos jaga Temeling ada 2 orang yang berjaga dan berkata langsung masuk saja kira-kira 300 meter turun ke bawah dengan motor sampai di tempat motor parkir dan dilanjutkan berjalan kaki dengan trek turunan lumayan curam dan masih jauh ternyata coy!!! Gila untung turun bawaan tas ini berat banget, mikir nanti naiknya (semoga bisa lah kan istirahat dulu nanti). Sampai di Pos jaga terakhir membayar sumbangan 5 ribu dan turun lagi, wew! 1km lebih ada itu turun terus sampai ke Mata Air Temeling. Sesampainya di Mata Air, WOW!!! Amazing!!! Terbayarlah sudah lelah saya, rasanya ingin berlama-lama di situ dan saat itu pula sepi coy!!! Wisatawan hanya saya seorang ditemani dengan pemandu. Turun lagi ke bawah, ternyata sedang ada upacara Melasti di pinggir pantai Temeling saat itu sedang proses upacara Mekis (Jarang sekali bisa melihat langsung upacara Melasti di Temeling pula). Sementara itu, Bli Wayan mengajak saya ke bagian kanan pantai Temeling melewati lubang di kaki bukit pemisah pantai karena sebelah kirinya sedang ada upacara. Istirahat di situ sambil hunting foto, gak sia-sia ke sini puas dan yang bikin puas lagi itu sepi wisatawan jadi bisa menikmati ketenangan disini. Penasaran dengan proses upacara saya bertanya ke Bli Wayan “Bli boleh saya foto saat upacara berlangsung?”, dia jawab “Boleh, tidak apa-apa”. Mendapat jawaban itu pun memecah rasa penasaran saya (awalnya agak ngeri juga, takutnya saat mendokumentasikannya tanpa izin saya kesurupan leak, lagi! Gak pulang dah hahaha…), langsung saya mulai memotret kebetulan juga sudah mau selesai upacaranya dan setelah itu ngobrol dengan dengan masyarakat yang sedang membenahi tempat upacara. Saya pun tau sekarang pakaian pemuka/pemimpin upacara agama Hindu (Mangku) itu wajib serba putih dan penutup kepalanya berbeda sendiri dari umatnya bisaanya gondrong tapi dikucir dan hal unik yang saya baru sadari adalah kacamata hitam sepertinya sudah menjadi bagian budaya dari masyarakat adat Bali. Setelah dirasa cukup, barulah saya mengajak Bli Wayan untuk naik ke Pemandian Pria Mata Air Temeling, sambil duduk menikmati sekeliling (ingin rasanya kesini lagi lain kali). Bli Wayan cerita kalau di pemandian ini belum lama memakan 4 korban tewas karena tidak bisa berenang tetapi mengaku bisa berenang, karena bagian tengah pemandian ini sangat dalam bisa terlihat dari warna air yang gelap sekali. Mungkin Bli Wayan melihat keraguan di wajah saya (Ya, saya ragu antara ingin berenang atau tidak karena tidak ingin basah-bahasan dulu bukan karena tidak bisa berenang), tiba-tiba keraguan saya berubah menjadi keinginan untuk berenang karena kapan lagi saya bisa menikmati pemandian ini seorang diri dan sepi wisatawan huahaha… Langsung lah saya nyebur dengan turun perlahan dari sisi pinggir kolam, lalu berenanglah ke tengah-tengah sambil ngapung dan LOL!!! Betapa kagetnya Bli Wayan karena saya bisa berenang dan lama sekali menikmati pemandian tersebut hahaha… Hal lucu pun terjadi, Bli Wayan ikutan mandi situ juga dan ternyata dia tidak bisa berenang coy!!! Ngakak se-ngakak ngakak-nya (tetap control volume suara) saya disitu, tau Bli Wayan tidak berani berenang ke tengah, hahaha… kocak!! (saya kira dia bisa, pikiran yang tertukar). Perlu diingat, tidak ada sinyal disini diluar itu sinyal tidak stabil (Telkomsel maupun XL karena hanya dua operator ini yang dapat diandalkan di Pulau Nusa Penida). Sudah selesai mandi dan mendokumentasikannya dan istirahat sambil makan beberapa menit kemudian saya bergegas naik (siapkan mental), so far so good sampai di Pos jaga Temeling nanjak lagi nafas seketika tidak terkontrol karena berat beban yang saya pikul. Masih terus menanjak curam total perkiraan 1km sampai di tempat motor parkir, dipertengahan kaki mulai bergetar dan pantat mati rasa berhentilah saya melepaskan tas yang saya bawa istirahat 2-3 menit untuk minum, lanjut lagi menanjak di tanjakan terakhir tinggal 50m lagi bisa naik motor, kaki saya mati rasa juga akhirnya dan nafas tersengal-sengal dan bilang “Bli, saya gak kuat”, “Ayo sedikit lagi!” kata Bli Wayan sambil menyemangati. Apa daya kaki saya sudah berat sekali untuk melangkah efek beban tas dan akhirnya saya member kode tangan untuk Time Out dan Give Up. Bli Wayan pun langsung mengambil motor menjemput saya di tanjakan dan menaruh tas besar saya di bagian depan motornya (Motor Matic). Lega rasanya walaupun kaki nyut-nyut, perjalanan menuju penginapan sesuai ke inginan saya yaitu di Pusat Kota yaitu Sempalan agar mudah mendapatkan makanan. Saat diperjalanan, dengan jalan yang rusak itu membuat perut bergejolak dan berusaha menahan rasa ingin muntah. Tidak lama jalanan sudah beraspal tapi jalan masih berkelok, seketika bilang “Bli, sebentar udah gak kuat” Uuwwweeeekkkkk… Jakpot-lah saya untuk kedua kalinya dalam perjalanan ini pada saat yang bersamaan 3 orang anak kecil perempuan (umuran SD dan 1 adiknya yang masih kecil) tidak bisa mengendalikan motornya diturunan sambil teriak dan nyusruk ke batu dekat pohon pembatas jurang. Beruntung ada kami di saat itu yang melihat langsung karena tidak ada motor yang lewat sekalian kami. Saya suruh Bli Wayan untuk menolong mereka selagi saya Jackpot untungnya tidak ada yang parah hanya luka lecet dan tidak masuk jurang (mungkin sudah dilalahnya berhenti disitu). Setelah itu saya meminta untuk diantarkan ke warung untuk membeli air mineral. Melihat kondisi saya, Bli Wayan langsung mengantarkan saya ke penginapan di depan pasar senggol Banjar Mentigi, Sempalan yaitu Home Stay Ray (direkomendasikan oleh seorang blogger) dan benar saja tepat di seberang depan pintu masuk pasar senggol penginapan saya. Masuk ke penginapan dengan nuansa Bali yang kental serta luas dan nyaman halamannya. Bli Wayan menyuruh saya istirahat sejenak, agar dia saja yang memanggil pemilik penginapan, cukup lama dan lalu keluar lah seorang mbak yang murah senyum dan ada ibunya juga yang sudah cukup tua (anak dan istrinya Pak Ray, dan saya tidak bertemu dengan Pak Ray seperti yang diceritakan oleh seorang blogger). Ada kamar AC dan Non-AC saya pilih yang Non-AC karena pengeluaran sudah cukup banyak dan dikenakan biaya 150 ribu/malam. Karena Bli Wayan cukup membantu saya menjelaskan ini-itu selama perjalanan dan membantu mencari penginapan yang saya pun hanya tau melalui internet, saya berikan total 250 ribu dan meminta nomor HP-nya siapa tau saya butuhkan lagi lain kali dan tidak butuh pemandu cukup sewa motor saja. Kemudian, diberilah kunci kamar nomor 5. Masuk kamar, ada 2 kasur ukuran 1 kasur bisa untuk 2 orang. Disediakan 2 handuk bersih dan sabun mandi serta ada jemuran di dalam, kamar tidur dan kamar mandi tergolong luas. Tidak kecewa saya memilih menginap di sini, selain itu juga orang Pemda Bali yang berkunjung ke Nusa Penida juga sering menginap di sini. Istirahat di depan kamar enak sekali ditemani kicauan burung dan rindangnya pepohonan. Dan saya juga mendapatkan snack serta kopi atau teh tinggal yang bisa diambil sendiri di selasar tengah (seperti cafe). Lalu saya mandi, dilanjuti mencari makan, dan jalan-jalan sore disekitaran Banjar Mentigi serta hunting foto di dekat Pelabuhan Sempalan. Lelah dan saya kembali ke penginapan, dan baru mencoba menelpon Marmut lagi dan diangkat ternyata dia masih tidur pagi itu (zzzzzzzz). Tiduran sejenak menjadi ketiduran karena perjalanan pagi hari tanpa istirahat yang cukup, bangun jam 21.00 keluar penginapan sepi dan memilih untuk santai di selasar depan kamar, suasana mistis pasti ada tapi nyaman-nyaman saja. Puas santai, kembali masuk kamar untuk tidur karena harus mengejar waktu jam 07.00 agar bisa naik Fast Boat Caspla Bali dari Pelabuhan Buyuk.
Sebelumnya Bagian 1 > DI SINI | Lanjut ke Bagian 3 > DI SINI